Jakarta, CNN Indonesia

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkap empat masalah krusial perkembangan ekonomi syariah di Indonesia.

Hal ini diungkap dalam diskusi yang berjudul Mengonkretkan Omon-Omon Ekonomi Syariah: 5 Tantangan Utama dan Opsi Solusi yang digelar INDEF, Kamis (5/4).

Masalah pertama adalah kelembagaan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kementerian/lembaga di mana pimpinan ekonomi syariah perlu eselon I.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua, masalah inklusi literasi halal para produsen. Menurut para peneliti, ini merupakan isu ekonomi besar karena ekonomi syariah biang produk hala semakin besar dan mengglobal.

Ketiga, ekonomi syariah dinilai perlu digeneralkan sehingga menjadi bagian terintegrasi dengan ekonomi nasional secara keseluruhan.

Keempat, masalah sumber daya manusia (SDM) dan kebijakan pendidikan di bidang ekonomi dan keuangan syariah.

Associate Peneliti INDEF Nur Hidayah mengemukakan dari data masterplan ekonomi keuangan syariah 2019-2024, terlihat jumlah lulusan tenaga ahli yang tersertifikasi masih minim, yakni hanya 231 orang pada 2018.

Data lainnya, dari perbankan juga menunjukkan adanya permasalahan di sisi kesesuaian kualifikasi pendidikan dengan bidang tugas. Hanya sekitar 9,1 persen pegawai keuangan syariah yang berlatar belakang pendidikan ekonomi syariah.

“Artinya, 90 persen supply tenaga kerja perbankan dan keuangan syariah bukan berasal dari prodi ilmu ekonomi dan keuangan syariah,” kata Nur.

Tren yang terjadi saat ini, sambung dia, industri keuangan dan ekonomi syariah lebih memilih untuk memanfaatkan lulusan yang ada, kemudian diberikan pengetahuan dan keterampilan industri ekonomi dan keuangan syariah.

Selain dari minim latar belakang ekonomi syariah, menurutnya, SDM juga perlu kemampuan teknologi digital yang mumpuni bagi alumni ekonomi dan keuangan/perbankan syariah. Hal ini agar bisa memenuhi tuntutan industri keuangan dan ekonomi syariah.

Untuk itu, Nur meminta pemerintah sebagai pemegang kebijakan perlu melakukan hal-hal yang konkret untuk program peningkatan SDM ekonomi perbankan dan keuangan syariah.

“Perlu perombakan kurikulum ekonomi dan keuangan syariah agar lebih match dengan kebutuhan industri keuangan dan ekonomi syariah,” tuturnya.

Perombakan itu dilakukan antara lain dengan mendesain kurikulum yang memadai untuk mengintegrasikan bobot ilmu ekonomi syariah dengan ilmu ekonomi keuangan dan perbankan murni, sehingga lulusan memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan, tak hanya ilmu syariah tapi juga ilmu murni ekonomi keuangan dan perbankan.

Menurutnya, perlu juga pengembangan dosen-dosen yang berkualifikasi di bidang ilmu ekonomi dan keuangan syariah, yang akan mengisi kebutuhan tenaga-tenaga pendidik di prodi ilmu ekonomi dan keuangan syariah.

“Dibutuhkan policy yang memihak misalnya pos-pos anggaran yang diperbesar untuk beasiswa ke luar negeri pada prodi-prodi terbaik dunia, di bidang ekonomi dan keuangan syariah,” katanya.

Dalam kesempatan sama, associate peneliti INDEF Hakam Naja mengusulkan agar lebih konkret urusan ekonomi syariah ini perlu diurus langsung di bawah satu menteri koordinator. Menurutnya, hal itu perlu segera dikaji.

“Oleh karena itu di Indonesia saat ini nampak tidak adanya upaya serius untuk membangun ekosistem ekonomi syariah. Baiknya ke depan hal itu menjadi agenda yang dimasukkan dalam program salah satu menteri koordinator. Agar pertanggungjawabannya jelas, pelaksanaannya juga terjadwal dan tidak ada ego sektoral antar kementerian,” tegas Hakam.

Ia menambahkan semua itu dibutuhkan agar ada satu mainstream (arus utama) ekonomi syariah yang diurus dengan benar.

[Gambas:Video CNN]

(del/sfr)






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *